Langsung ke konten utama

LPS dan RESOLUSI PERBANKAN

Siapa yang tidak tau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), 

jawabannya (mungkin) banyak! Kenapa saya bisa bilang banyak, beberapa orang yang saya kenal (bukan di lingkungan pekerjaan saya), khususnya bukan bankir, mereka tidak tau apa itu LPS.


Jadi, mari kita awali tulisan ini dengan perkenalan
Apakah itu LPS
LPS adalah Lembaga yang didirikan oleh Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
LPS didirikan dengan modal awal sebesar RP3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) dan dalam neraca Pemerintah dicatat sebagai kekayaan negara dipisahkan.

Selanjutnya,
Struktur organisasi LPS,
Dalam UU LPS, dikenal beberapa istilah pejabat yaitu
1.    Dewan Komisioner, berjumlah 6 (enam) orang[1]
2.    Kepala Eksekutif, berjumlah 1 (satu) orang
3. Direktur (sebagai pejabat yang membantu Kepala Eksekutif dalam menjalankan tugasnya), dibatasi paling banyak 5 (lima) orang.

Sampai dengan saat ini (awal desember 2017), sependek pengetahuan saya LPS hanya memiliki pegawai kurang dari 300 (tiga ratus orang)[2]. Menurut saya, sangat sedikit memang apalagi bila dilihat dari tugas LPS itu sendiri.

Mari kita mulai membahas mengenai tugas LPS,
LPS, seperti namanya, mempunyai fungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan.
Pada intinya LPS memiliki tugas untuk menjamin simpanan nasabah di bank baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat, baik konvensional maupun syariah. Jadi kita yang menyimpan dana kita di bank, tidak perlu kawatir kalau bank dilikuidasi masih ada LPS yang akan membayar simpanan kita. Namun, tidak semua simpanan kita di jamin oleh LPS hanya simpanan yang berjumlah maksimal Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang bisa di jamin.

Kenapa ada batas maksimalnya?
karena hal ini merupakan kebijakan Pemerintah dan telah diatur dalam UU LPS dan diubah besarannya dengan Peraturan Pemerintah 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan.

Selain itu, LPS juga memiliki tugas (dalam kata singkatnya) untuk melakukan penyelesaian bank gagal dan penanganan bank berdampak sistemik.
Tugas ini agak sulit dijelaskan secara singkat karena kompleknya aturan dan cara penanganan yang dilakukan, tapi mari kita briefly melihat tugas ini.

Apa itu bank gagal?
menurut UU LPS, Bank Gagal adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (Dhi. OJK) sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

Sependek yang saya pahami, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), LPS hanya memiliki 2 (dua) cara untuk penanganan bank gagal,

Pertama, dengan penyelesaian aka likuidasi, kalau menggunakan bahasa yang agak sedikit kasar (dibunuh).

Kedua, dengan penanganan aka penyetoran modal sementara (atau bahasa kerennya PMS).
Kedua cara ini dapat ditempuh LPS tentunya dengan berbagai pertimbangan khususnya terhadap efeknya untuk stabilitas sistem perbankan, jangan sampai karena 1 (satu) atau beberapa bank gagal menyebabkan perbankan nasional tidak stabil.
Mungkin sedikit pengenalan dengan tugas LPS cukup singkat semoga membantu.

Sebelumnya, saya sempat menyingung mengenai UU PPKSK,
Mari kita mengenal lebih dekat LPS berdasarkan UU PPKSK,
LPS, merupakan salah satu anggota KSSK, sebelumnya saya telah tulis dalam tulisan “Sedikit memahami Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan”.

Ya walaupun sesuai UU PPKSK, LPS merupakan anggota tanpa hak suara, tapi penting untuk KSSK, LPS harus memberikan bahan pertimbangan maupun rekomendasi bagi KSSK untuk dapat melakukan tindakan pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.

Untuk resolusi perbankan dikenal bahasa baru (di Indonesia) yang benchmark praktek internasional dikenal yaitu Purchase and Assumption aka P&A dan Brigde Bank aka BB, yang mungkin bisa lebih efektif dan efisien dalam penyelesaian/penanganan permasalahan perbankan, namun penetapan langkah tersebut harus dilihat pula case per case untuk efektifitas, termasuk menghitung dampak bagi perekonomian nasional)

Maka, (dengan bangga saya menyatakan bahwa) kedua metode resolusi tersebut telah diadopsi oleh Indonesia yang diatur dalam UU PPKSK, yang tentunya dilakukan oleh LPS. Kedua metode tersebut merupakan metode tambahan dari metode resolusi sebagaimana diatur dalam UU LPS.

Kedua metode resolusi perbankan memiliki persamaan, yaitu dengan mengalihkan aset dan kewajiban bank kepada pihak/bank lain atau BB. Namun bedanya, P&A tidak melahirkan entitas baru, sedangkan BB melahirkan entitas baru yang dikenal dengan Bank Perantara[3].

Dengan adanya metode baru ini, LPS menjadi lebih leluasa memilih metode resolusi yang paling tepat untuk penyelesaian dan penanganan permasalahan perbankan.

LPS diberikan tugas berat apabila terjadi krisis sistem keuangan yang mengancam perekonomian nasional, yaitu untuk menjalankan Program Restrukturisasi Perbankan yang merupakan kebijakan baru dan kalau dapat saya sampaikan program ini merupakan transformasi dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Kenapa saya katakan berat?

Disaat krisis sistem keuangan, diperlukan sumber dana yang tidak sedikit dan tidak dapat diprediksi jumlahnya. LPS dituntut untuk dapat menggunakan sumber daya nya sendiri terlepas dari Pemerintah, (kecuali apabila modal awal tergerus, maka sesuai UU LPS, Pemerintah wajib melakukan penyetoran modal) untuk melakukan resolusi perbankan.
LPS merupakan lembaga yang didirikan oleh Pemerintah dengan tugas antara lain menjamin simpanan, menjaga stabilitas sistem perbankan dengan melakukan resolusi perbankan, dengan penambahan tugas dan terbatasnya sumber daya manusia, LPS dituntut untuk dapat tetap melakukan tugasnya dengan baik.




[1] Untuk lebih lengkap pembagian dapat dibaca dalam Pasal 65 UU LPS.
[2] Mohon maaf apabila terdapat kesalahan, dan mohon perkenan untuk dapat merevisi apabila mengetahui jumlah yang benar. Thks
[3] Otoritas Jasa Keuangan telah menetapkan Peraturan OJK 16/POJK.03/2017 tentang Bank Perantara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

saya dan kista bartholin

sedikit cerita saya tentang kista bartholin sejujurnya agak malu bercerita tentang penyakit saya ini, tapi saya pikir ga ada salahnya berbagi untuk teman2 yang mungkin mengalami ketakutan seperti  yang saya alami. saya sudah terdeteksi ada kista bartholin sejak saya menikah 2 bulan, tepatnya bulan Desember 2012. seperti manusia lain (atau mungkin saya terlalu lebay), setelah dokter Obgyn menyampaikan bahwa saya punya kista bartholin (bisa cek disini untuk mengenal apa itu kista bartholin  mengenal kista bartholin ), saya menangis sejadi-jadinya, maklum penganten muda, kebetulan saya dan suami LDM dan tidak mempunyai keluarga dekat di Jakarta. lama berlalu hampir tanpa gangguan,  tahun lalu tepatnya sekitar bulan Juni 2018, benjolan itu (si kista) muncul lagi, mengganggu? ia agak mengganggu, ngganjel rasanya sakit? engga, oleh obgyn sya, dokter bambang, diberi antibiotik anti radang. dalam kesempatan ini saya menanyakan efek dan tindakannya bagaimana, dijelaskan antara lai

sejumput cerita dari (SAYA) PJKA

Pulang Jumat Kembali AHAD, sebuah komunitas yang telah menjadi bagian dari perjalanan saya selama kurang lebih 5 tahun. bukan sebuah hal yang mudah bagi saya, mungkin kami untuk menjalani kehidupan PJKA ini, banyak dramanya (bukan hanya sinetron aja loh) rutinitas kami untuk kembali ke daerah masing-masing pada hari Jumat, dan kembali ke tempat kami mencari sesuap nasi dan sebongkah berlian pada hari minggu. banyak cerita dari kami, yang mungkin bisa menjadi refleksi kita semua, bukan hanya saya tapi kami mewakili banyak orang yang bersama di KERETA. pencarian tiket, kalo boleh dibilang, kami penumpang setia PT KAI, gimana engga ya, hampir ga pernah absen tiap minggu PP dari tempat bekerja ke RUMAH! (untuk saya kebetulan Jakarta-Semarang), setia? bangget, bahkan ya, pas kereta telat (pernah sampai 10 jam) masih pada nunggu loh! PT KAI ga mau kasih rewards apa gt ke kami? kalau udah waktu libur panjang, beberapa dari kami harus bangun jam 00.00 untuk pesen tiket, kal

RUPIAH Berdasarkan UU MATA UANG

masyarakat Indonesia sudah mengenal Rupiah sejak dahulu kala, RUPIAH Rupiah merupakan Mata Uang Republik Indonesia, untuk referensi singkat bisa kita baca di  materi terkait Rupiah oleh Bank Indonesia . disini saya tidak akan membicarakan mengenai sejarahnya, tapi lebih kepada Rupiah Kartal.  Rupiah terbagi 2 (dua) yaitu Rupiah Kartal (fisik) atau Rupiah Giral (secara lebih lanjut mungkin akan saya kupas pada tulisan saya selanjutnya). RUPIAH KARTAL DPR bersama Pemerintah menyetujui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (selanjutnya, untuk lebih mudahnya saya akan menyebut sebagai UU Mata Uang) UU Mata Uang merupakan dasar hukum penerbitan Rupiah (kalau saya boleh bilang) dengan desain baru, Kenapa? dalam Pasal 5 UU Mata Uang terdapat ketentuan mengenai ciri umum dan ciri khusus Rupiah, yaitu: Ciri Umum Rupiah Kertas : 1. gambar lambang negara ”Garuda Pancasila”; 2. frasa ” Negara Kesatuan Republik Indonesia ”; 3. sebutan pecahan dalam angka dan